Jumat, 22 April 2011

ternyata beda

TERNYATA BEDA
SERVICE VERSUS GOOD

SERVICE : DIJUAL DULU, KEMUDIAN DIPRODUKSI DAN DIKONSUMSI BERSAMAAN.
Waktu itu kelas 2 SMP, sekolah menengah pertama, saya ingat betul setiap hari senin setelah upacara bendera tepatnya jam 9 pagi, Guru-Guru selalu masuk kelas untuk mengecek “grooming” kami, dari mulai rambut, kuku, kaos kaki, ikat pinggang, tak terlewatkan juga isi tas kami dicek satu persatu dengan teliti. “ritual” itu sudah dilakukan disekolah kami dari sejak SMP itu berdiri, kebetulan rumah saya tidak begitu jauh dari tempat saya bersekolah sehingga sedikit-sedikit saya tahu awal proses pembangunan sekolah saya itu.
Guru yang suka mengecek “grooming” kami berjumlah 3 orang, anehnya tak ada satupun guru yang memasang muka bersahabat disaat mereka mengecek kami, semua garang-garang, membuat kami kaku tak bergerak, menuruti semua yang diperintahkan mereka, disuruh kedepan, maju kedepan, disuruh rapihin baju, rapihin baju, tak ada satupun anak yang membangkang semuanya tertunduk takut. Satu persatu kelas telah mereka cek akhirnya tiba kelas saya yang akan mereka cek, perasaan saya tak karuan, takut kena “razia” mereka, perasaan ini tentunya beralasan karena rambut saya masih gondrong, merekapun datang kekelas saya, berdiri didepan kelas sambil menatap kami semua. Tatapan mereka begitu tajam, mengerikan. Aduh, apa mau dikata mungkin sudah takdir saya kena razia, peringatan dari Guru-guru sudah saya catat dalam ingatan, saya disuruh untuk merapikan rambut saya.
Pada sore harinya saya bergegas pergi kepasar untuk memotong rambut saya, karena tukang potong rambut berdekatan dengan pasar makanya saya pergi kepasar setibanya disana ada 4 tempat untuk memotong rambut, saya bingung mana yang paling bagus, karena ini kali pertama rambut saya dipotong selain oleh ayah saya. Ditempat potong rambut itu satu persatu saya lihat dengan teliti, saya perhatikan tempatnya, kenyamanannya, “model-model/style rambut yang dipotongnya, alat-alat pemotongnya, tapi masih saja saya bingung untuk menentukan pilihan, saya tidak mau rambut saya dipotong tidak sesuai dengan keinginan saya. Ditengah kebingungan saya, saya ingat kata teman saya kalau no. 3 dari “muka” jalan adalah tempat potong rambut yang paling bagus. Saya pun akhirnya menggunakannya.


GOODS : DIPRODUKSI, KEMUDIAN DISIMPAN, SELANJUTNYA DIJUAL DAN BARU NANTINYA DIKONSUMSI.
Waktu masih kecil saya suka sekali main perang-perangan, memakai pistol buatan dari bambu sebagai perkakas untuk menembak lawan (nembak boongan), sederhana sekali permainan “perang-perangan”itu, semua pemain berkumpul terlebih dahulu, 1 dari sekian banyak pemain dijadikan sebagai “anjing” yang sedang memburu “kucing”, ketika “kucing” tertangkap oleh “anjing”, “anjing” itu menodongkan pistol nya seraya berkata “door door kena”. Itulah permainan yang suka saya mainkan disaat saya masih kecil kalau gak salah waktu itu saya kelas 3 SD, sekolah dasar.
Main perang-perangan itu selalu kami mainkan disaat sore hari menjelang, pernah juga sesekali kami bermain dipagi hari itupun bila hari minggu. Setelah main perang-perangan, biasanya saya langsung mandi, terus mengaji, terus menonton TV, ketika menonton TV saya suka film “ramboo” itu film kegemaran saya waktu kecil dulu, tak jarang saya selalu berharap untuk memiliki pistol/senapan seperti Rambo supaya ketika main perang-perangan teman-teman saya melihatnya,hehehe..
Singkat cerita pada hari minggu ibu saya mengajak kepasar, ditengah perjalanan saya melihat ada senapan yang mirip Ramboo, sayapun merengek-rengek minta dibeliin senapan, ah tidak lama akhirnya saya punya senapan mirip ramboo, asyik…


Gambar perbandingan Goods dan Servie pada proses pembelian (prepurchase), pada saat pembelian (service encounter) dan post purchased.

Service
CONTOH ALUR SERVICE DI HOTEL.




Contoh alur pada good secara sederhana.
DIPRODUKSI - - DISIMPAN - SELANJUTNYA DIJUAL DAN BARU NANTINYA DIKONSUMSI.

gap itu memang ada

gap itu memang ada - pengalaman buruknya : ada kecoa dikamar mandi hotel
Perusahaan jasa sangat rentan sekali terhadap complaint ,mengapa? Karena jasa merupakan sesuatu yang intangible, tak terlihat, tak terasa, tak bisa diraba, serta tidak menimbulkan kepemilikan apapun. Perusahaan jasa, sebut saja salah satunya hotel, pada era sekarang ini harus lebih terfokus pada costumer, dengan tidak mengesampingkan kualitas pysichal evidence, adanya kecoa dalam suatu kamar mandi didalam hotel merupakan kesalahan fatal yang bisa saja menghancurkan cita/branding image yang telah dibangun sekian lama rusak dengan seketika,  bisa anda banyangkan apa yang akan terjadi bila hotel yang anda kelola ditengah kesuksesannya tiba-tiba hancur/decline hanya karena “kehadiran” kecoa saja, kesal bukan, atau bahkan anda sangat sangat kesal sekali,
Memang sulit sekali mengukur kualitas jasa, namun ada beberapa indicator yang menunjukkan baiknya kualitas jasa yang disandarkan pada kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) yaitu keadaaan dimana saat persepsi  sesuai/sama dengan harapan konsumen, disamping itu bila kualitas ditujuan pada physical evidence/produk tangible ada beberapa indikatornya sebagaimana yang disampaikan oleh Juran (Hunt, 1993:3) seperti teknologi (kekuatan atau daya tahan), psikologis (citra rasa atau status), waktu (kehandalan), kontraktual (adanya jaminan) , etika (sopan santun/ramah), sebagai tambahan garvin menyatakan bahwa ada beberapa dimensi kualitas yang bisa dijadikan sebagai indicator kualitas yaitu
-          Estetika
-          Kemampuan pelayanan (service quality)
-          Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
-          Daya tahan (durability)
-          Konformansi (conformance)
-          Keandalan (reliability)
-          Keistimewaan (features)
-          Performa (performance)
Gap Yang Ke Berapa? Gap yang ke -2 (Customer-driven service design and standards)
Adanya kecoa didalam kamar mandi hotel menandakan kualitas kamar tersebut jauh dari yang diharapkan, hal itu bisa terjadi karena beberapa hal salah satunya dikarenakan kurang perhatian/kelalaian, perawatan dari roomboy, kelalaian ini ada kemungkinan disebakan oleh standar operasional (GAP 2 - Customer-driven service design and standards) yang tidak secara tepat menjelaskan work-focused kepada roomboy untuk setiap kamar, atau bahkan perusahaan tidak menegaskan secara rinci quantity/jumlah kamar yang harus dibersihan oleh tiap roomboy dalam 8 jam/waktu tertentu,
            Kasus pada Gap ke-2 ini kerap kali terjadi, hal ini dikarenakan manajemen mungkin memahami secara tepat  keinginan pelanggan, tetapi tidak menetapkan suatu set standar kinerja spesifik. Dalam kasus lain, sebut saja di suatu rumah sakti, pengurus rumah sakit menyuruh perawat untuk memberikan pelayanan yang cepat tanpa menentukannya secara kuantitatif. Pengalaman saya yang saya tulis di “post” sebelum nya didalam blog saya, jelas menunjukkan bahwa standar operasional procedure memberikan cukup dampak yang cukup berakibat fatal  pada operasional, kinerja dan kepuasan pelanggan, untuk itu perusahaan jasa harus semakin cekatan dalam memasang “senjata” jitu dalam memenangkan persaingan dipasar.
  Cara Mengatasinya
ada beberapa cara untuk mengatasi Gap/kesenjangan diatas, yaitu: -
- perusahaan harus mampu membangun komitmen bersama untuk menciptakan visi di dalam perbaikan proses pelayanan
alasan: komitmen dibangun didalam sebuah perusahaan dengan tujuan untuk menumbuhkan profesionalitas, kebersamaan, serta menciptakan budaya jasa yang kuat dalam sebuah perusahaan, karena budaya jasa selalu berfokus pada kepuasan pelanggan dan pelayanan.
membangun standar operasional procedure yang jelas, spesifikasi, terinci, serta mendukung keberhasilan pancapaian visi, misi perusahaan 
     alasan:   Standar Operasional Procedure yang jelas diharapkan mampu memberikan arahan yang tepat pada setiap actor perusahaan jasa, memberikan mereka suatu landasar atau dasar untuk mereka mencapai kinerja yang baik.  

pengalaman buruk saya dihotel, ini kisahku, Hotel dan Kecoa

KECOA-KECOA ITU MERUSAK LIBURAN KAMI 

        Sudah menjadi satu kebiaasan dikeluarga kami, 7 hari setelah lebaran idul fitri kami sekeluarga kerap kali menghabiskan waktu bersama-sama, tahun kemarin, kami habiskan waktu dengan menginap di salah satu hotel bintang 3 di Bandung, (maaf saya tidak bisa menyebutkan nama hotelnya). Saya ingat betul hari itu hari rabu, tepatnya di pagi hari pukul 06.00 kami bersiap-siap untuk pergi ke hotel tujuan, kakak-kakak saya sibuk sana sini menyiapkan segala hal yang dibawa seperti buku bacaan, laptop dll, disisi lain adik-adik saya berlari sana-sini terlihat jelas pancaran kegembiraan dari raut mereka semua, sepertinya mereka senang sekali. Singkat cerita kami sudah siap berangkat menuju hotel.
      Merupakan suatu hal yang tak bisa kami lupakan, ditengah perjalanan ada banyak hal yang kami lalui, dari mulai adik saya yang bungsu yang tiba-tiba muntah, jalanan macet, sampai pada pemajagan liar dijalan-jalan, apalagi pada waktu itu kebetulan kota Bandung lagi banyak sampah, tentunya membuat perjalanan kami semakin “geregetan”. Diperjalanan, kami tidak banyak cerita satu sama lain, ada yang membaca buku, ada yang berdzikir, ada yang tidur, ada yang melamun, namun tak terasa kami akhirnya sampai di hotel yang kami tuju.
       Singkat cerita, setibanya disana, kami di sambut oleh security hotel yang gagah, berbadan tegap, seraya dia mengucap salam, kamipun diantar masuk ke hotel, sambil menunggu ayah yang sedang mengurus registrasi hotel, kami liat-liat pemandangan yang ada dihotel, ternyata pemandangan dihotel itu sangat menarik perhatian kami semua, bagaimana tidak, siapa yang tak terpana melihat pemandangan alam sebagus itu, bukit yang masih hijau, dibawahnya tampak jelas air sungai yang mengalir jernih, sepertinya bukit itu masih “perawan”. Melihat lebih lama pemandangan itu kelelahan kami seolah-olah tergantikan. tak lama, setelah ayah saya selesai mengurus registrasi hotel, salah satu petugas hotel mengantar kami ke kamar hotel, sesampainya di kamar hotel saya langsung berbaring melepas lelah. Dikamar yang cukup luas itu, saya berdua dengan adik saya yang keliatannya sangat lelah.
             Setelah saya berbaring, saya bergegas ke kamar mandi, namun apa yang terjadi setelah saya dikamar mandi? Sungguh diluar dugaan, diluar ekspektasi saya, ini asli terjadi pada saya beberapa tahun belakang, setelah saya berada di kamar mandi ternyata ada banyak kecoa sayapun serentak keluar dan melaporkaan langsung ke ayah saya, kebetulan ada roomboy yang sedang bersih-bersih di sekitar kamar hotel yang kami huni, ayahpun melaporkannya, sungguh baik roomboy itu ketika ayah saya menghampirinya dia langsung mengucapkan salam seraya menawarkan bantuan kepada ayah saya, setelah itu ayah saya menceritakan kejadian yang saya alami di kamar mandi tadi, roomboy itu mendengarkan keluhan ayah saya dengan seksama, dia keliatan begitu empati mendengar semua hal yang ayah saya utarakan tentang kecoa di kamar mandi tadi, roomboy itupun meminta maaf, tanpa memikir panjang setelah meminta maaf kepada kami dia bergegas membersihkan kamar mandi dan memastian semua kamar dalam keadaan bersih, roomboy itu terus meminta maaf kepada ayah saya. Sayapun ke kamar mandi tanpa ada rasa ragu/takut akan ada kecoa lagi.
Berbagai aktivitas kami lalui di hotel itu, Dua hari di hotel itu sungguh tak terasa, makan, minum, belanja, nonton TV bareng, karokean, membuat kami betah dan tak mau pulang, tiba saatnya untuk kami pulang kerumah.


Perbandingan antara yang saya alami dengan teori handling complaint
ketika ayah saya komplain, menyampaikan keluhannya atas kejadian yang menimpa saya di kamar mandi, petugas saat itu melakukan "handling compalaint" dengan sangat profesional, mari saya uraikan lebih jelas terkait sikap profesionalisme dari petugas saat itu :

handling complaint:

- Greeting & offering Help :
Petugas saat itu mengucapkan greeting sambil menawarkan bantuan (offering help)
- Hear the complaint :
Petugas Mendengarkan dengan seksama, penuh perhatian,
- Empaty
Petugas menunjukkan sikap empaty, serta penuh perhatian
- Meminta maaf
- Take action
Memastikan kondisi yang lebih baik.



Kamis, 14 April 2011

introduction

GUGUNG’S SAKer

“what’s in the name? that which we call a rose. By any other name would smell as sweet”
Itulah kalimat yang sangat popular dari drama romantic tragedy mahakarya William Shakespeare, “Romeo and Juliet”. Singkatnya Shakespeare ingin menyampaikan bahwa bunga mawar itu kalaupun diberi nama selain “mawar” bau wanginya akan tetap sama. Tapi berbeda sekali dengan pendapat Jack Trout dan Al Ries, dalam buku terkenal nya “the battle for your mind, jelasnya mereka mengkritik pendapat Shakespeare bahwa kalau bunga mawar itu dikasih nama selain “mawar”, wanginya tidak akan terasa sama. Hal ini karena dalam benak kita sudah muncul persepsi yang kuat seperti apa “mawar” itu, baik secara visual maupun baunya.
Maka dari itu begitu pentingnya sebuah “nama”, karena “nama”lebih dari sekedar istilah, symbol, ataupun tanda, “nama” memberikan suatu ciri tertentu dari atribut kita, karena kita adalah produk dari perkataan, fikiran dan perbuatan. Lebih dari itu, “nama”merupakan “value indicator”, anda tertarik apa sebenarnya value indicator itu? Bagaimana sebuah nama bisa bersinggungan dengan yang namanya “value”? atau bagaimana nama bisa memberikan cukup dampak pada kita?
Sebelum lebih lanjut menjelaskan tentang paradigm diatas perkenalkan Nama saya, Gugung Gumilar, saya adalah salah satu mahasiswa dari Sekolah Tinggi pariwisata Bandung (STPB) yang banyak dikenal dengan Enhaii (NHI), sudah hampir 6 semester saya belajar tentang Studi akomodasi dan Katering (SAK) di sana. Garut adalah kota kelahiran saya, kota yang memendam sejuta kenangan semasa kecil saya, ya masa kecil,masa-masa dimana saat itu kita begitu polos, jujur tanpa dosa, sarat akan pengetahuan dan sesuatu yang baru. Semua orang punya kenangan manis ditempat mereka dibesarkan begitupun saya adanya, masa kecil saya di kota intan itu sangat menyenangkan, dari mulai saya Sekolah Dasar (SD) ampe saya sekolah menengah umum (SMU). Ada satu cerita lucu semasa saya duduk di Kelas pertama SMP, waktu itu tepat jam 12 siang, saya ingat betul di hari itu, hari rabu, saya dan 4 kawan lainnya disuruh menyanyikan lagu kebangsaan indoneisa, Indonesia Raya, ketika kami bernyanyi tak tahu kenapa saya heran teman-teman dan guru-guru melihat kearah saya sambil tertawa terbahak-bahak, terus menertawai saya, ada teman saya yang memberitahu saya, “gung gung itu anunya kelliatan” sayapun baru sadar kalau “sleting” saya kebuka. Itu takkan pernah saya lupakan.
Cerita lucu semasa kecil terkadang membuat kita sadar betapa polosnya kita saat itu, cerita sedihpun bila diingat sekarang, terkadang membuat kita tertawa, selintas berfikir kok bisa ya dulu kita seperti itu. namun sekarang tanpa terasa kita sudah menginjak remaja, perlahan namun pasti kita harus siap mengemban tanggung jawab yang akan kita pikul kedepan, semua hal yang terjadi pada kita adalah cara Tuhan yang paling baik untuk memuliakan kita, karena kedewasaan timbul bukan karena kita sudah tua/berumur, tapi timbul dari sikap kita dalam menghadapi masalah.
Namun siapa kita sebenarnya? Sebenarnya sulit sekali untuk menjawab pertanyaan itu, Diibaratkan sebagai sungai, kita adalah ikan yang terus berenang melawan arus, berjuang mempertahankan diri. laksana warna, kita adalah campuran dari beragam warna, mempunyai karakter tersendiri yang berbeda-beda, sekali lagi saya tekankan karena kita adalah produk dari perkataan, fikiran dan perbuatan.
,