Perusahaan jasa sangat rentan sekali terhadap
complaint ,mengapa? Karena jasa merupakan sesuatu yang intangible, tak
terlihat, tak terasa, tak bisa diraba, serta tidak menimbulkan kepemilikan apapun.
Perusahaan jasa, sebut saja salah satunya hotel, pada era sekarang ini harus
lebih terfokus pada costumer, dengan tidak mengesampingkan kualitas pysichal
evidence, adanya kecoa dalam suatu kamar mandi didalam hotel merupakan
kesalahan fatal yang bisa saja menghancurkan cita/branding image yang telah
dibangun sekian lama rusak dengan seketika,
bisa anda banyangkan apa yang akan terjadi bila hotel yang anda kelola
ditengah kesuksesannya tiba-tiba hancur/decline hanya karena “kehadiran” kecoa
saja, kesal bukan, atau bahkan anda sangat sangat kesal sekali,
Memang sulit sekali mengukur kualitas jasa, namun
ada beberapa indicator yang menunjukkan baiknya kualitas jasa yang disandarkan
pada kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) yaitu keadaaan dimana saat
persepsi sesuai/sama dengan harapan
konsumen, disamping itu bila kualitas ditujuan pada physical evidence/produk
tangible ada beberapa indikatornya sebagaimana yang disampaikan oleh Juran
(Hunt, 1993:3) seperti teknologi (kekuatan atau daya tahan), psikologis (citra
rasa atau status), waktu (kehandalan), kontraktual (adanya jaminan) , etika
(sopan santun/ramah), sebagai tambahan garvin menyatakan bahwa ada beberapa
dimensi kualitas yang bisa dijadikan sebagai indicator kualitas yaitu
-
Estetika
-
Kemampuan pelayanan (service quality)
-
Kualitas yang dipersepsikan (perceived
quality)
-
Daya tahan (durability)
-
Konformansi (conformance)
-
Keandalan (reliability)
-
Keistimewaan (features)
-
Performa (performance)
Gap
Yang Ke Berapa? Gap yang ke -2 (Customer-driven service
design and standards)
Adanya kecoa didalam kamar mandi hotel menandakan
kualitas kamar tersebut jauh dari yang diharapkan, hal itu bisa terjadi karena
beberapa hal salah satunya dikarenakan kurang perhatian/kelalaian, perawatan
dari roomboy, kelalaian ini ada kemungkinan disebakan oleh standar operasional
(GAP 2 - Customer-driven service design and standards) yang tidak secara
tepat menjelaskan work-focused kepada roomboy untuk setiap kamar, atau bahkan
perusahaan tidak menegaskan secara rinci quantity/jumlah kamar yang harus
dibersihan oleh tiap roomboy dalam 8 jam/waktu tertentu,
Kasus
pada Gap ke-2 ini kerap kali terjadi, hal ini dikarenakan manajemen mungkin
memahami secara tepat keinginan
pelanggan, tetapi tidak menetapkan suatu set standar kinerja spesifik. Dalam
kasus lain, sebut saja di suatu rumah sakti, pengurus rumah sakit menyuruh
perawat untuk memberikan pelayanan yang cepat tanpa menentukannya secara
kuantitatif. Pengalaman saya yang saya tulis di “post” sebelum nya didalam blog
saya, jelas menunjukkan bahwa standar operasional procedure memberikan cukup
dampak yang cukup berakibat fatal pada
operasional, kinerja dan kepuasan pelanggan, untuk itu perusahaan jasa harus
semakin cekatan dalam memasang “senjata” jitu dalam memenangkan persaingan
dipasar.
Cara
Mengatasinya
ada
beberapa cara untuk mengatasi Gap/kesenjangan diatas, yaitu: -
- perusahaan
harus mampu membangun komitmen bersama untuk menciptakan visi di dalam
perbaikan proses pelayanan
alasan:
komitmen dibangun didalam sebuah perusahaan dengan tujuan untuk menumbuhkan
profesionalitas, kebersamaan, serta menciptakan budaya jasa yang kuat dalam
sebuah perusahaan, karena budaya jasa selalu berfokus pada kepuasan pelanggan
dan pelayanan.
- membangun
standar operasional procedure yang jelas, spesifikasi, terinci, serta mendukung
keberhasilan pancapaian visi, misi perusahaan
alasan: Standar Operasional Procedure yang jelas
diharapkan mampu memberikan arahan yang tepat pada setiap actor perusahaan
jasa, memberikan mereka suatu landasar atau dasar untuk mereka mencapai kinerja
yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar